Senin, 26 Januari 2009

TUGAS UJIAN MATA KULIAH STLO

TUGAS UJIAN MATA KULIAH STLO
Nama : A.Abd. Azis
No. STB : P2MK.08.01.04.006

Soal
1. Sebutkan ciri-ciri yang harus dimiliki oleh seorang leader sebanyak-banyaknya dan beri penjelasan masing-masing
2. A. Gambarkan struktur organisasi di mana tempat saudara(i) bekerja
B. Menurut saudara(i) bagaimana membuat organisasi saudara(i) menjadi orgainsasi pembelajaran.
3. Buatlah contoh berfikir system (System thingking) dalam organisasi di tempat kerja masing-masing



















Jawaban
1. Ciri-ciri pemimpin
A. Pemimpin mendengarkan
Para pemimpin besar tahu pasti bahwa mereka tidak memiliki semua jawaban. Karenanya mereka tidak merasa canggung untuk bertanya dan meminta pendapat maupun wawasan dari orang lain.
B. Pemimpin menunjukkan arah
Para pemimpin menunjukkan arah dengan mengembangkan dan memberikan dukungan visi, misi, dan tujuan bagi diri mereka sendiri dan organisasi mereka. Mereka tahu bagaimana memberikan dorongan dan dukungan. Mereka pun selalu berusaha menemukan cara-cara yang lebih baik. Pemimpin perlu mempunyai visi ke depan dan dapat memprediksi serta memahami perubahan dari hasil gagasan spontanitas dan mengintegrasikan ke dalam rancangan organisasi. Tidak semua gagasan spontanitas dapat berlanjut serta dapat mewujudkan perubahan-perubahan yang nyata, oleh karena itu kebebasan untuk bereksperimen dianjurkan, kesalahan dapat ditoleransi dan pembelajaran dihargai senilai keberhasilan
C. Pemimpin menciptakan lingkungan yang penuh motivasi
Para pemimpin menciptakan suasana motivasi yang menyala-nyala dalam menghadapi perubahan. Para pemimpin itu menunjukkan penghargaan dan keberanian (daripada mencemooh atau menyalahkan orang lain) pada mereka yang bersedia mencoba hal-hal baru meski mungkin saja mereka gagal.
D. Pemimpin tidak menyalahkan
Daripada menyalahkan, mereka senantiasa belajar. Pemimpin sejati berusaha menciptakan lingkungan kerja yang menunjang suasana pembelajaran yang tiada henti serta pembaharuan diri. Mereka dengan bebas membagikan keahlian dan juga kegagalan-kegagalan mereka.
E. Pemimpin memimpin dengan teladan
Pemimpin menjadi teladan dan mempertahankan nilai-nilai yang tak berubah. Para pemimpin besar memiliki standar profesional dan personal yang tinggi. Mereka juga menghargai kekayaan yang ada pada keragaman dan perbedaan para karyawannya. Mereka realitis. Mereka bukan orang yang berkata, "Lakukan sebagaimana kataku, bukan sebagaimana tingkahku." Pemimpin besar menjaga komitmen mereka. Pemimpin membagikan kekuasaan mereka dalam membuat keputusan dengan orang lain di seluruh organisasi. Mereka paham benar dengan perbedaan antara "kekuatan" dan "kekuasaan". Kekuatan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan tindakan secara efektif. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan.
F. Pimpinan yang Inovatif
Dapat memunculkan pembaharuan dengan menciptakan kondisi yang memudahkan munculnya spontanitas yang kreatif untuk menciptakan sesuatu yang baru, sehingga dapat membangun dan memelihara jaringan-jaringan komunikasi untuk menghubungkan sistem dengan diri pemimpin. Untuk memunculkan spontanitas diperlukan suatu jaringan komunikasi yang aktif dengan banyak lingkaran umpan balik. Sifat keterbukaan akan memunculkan gagasan-gagasan baru dan spontanitas, sehingga organisasi perlu terbuka terhadap gagasan dan pengetahuan baru melalui budaya pembelajaran yang memfasilitasi dialog dan menghargai setiap pemikiran dan inovasi.
G. Pemimpin “pelatih” (coaching leader),
Yaitu pemimpin yang mampu membimbing anggotanya secara terbuka dan merangsang anggotanya untuk mengeluarkan gagasan-gagasan yang kreatif melalui pendekatan yang merangsang partisipasi aktif anggota-anggotanya serta menciptakan suasana kompetitif yang positif di antara anggota-anggotanya sehingga proses penciptaan inovatif dapat dilakukan secara berkesinambungan.
Selain ciri-ciri di atas ada pula beberapa tipe pemimpin diantaranya yaitu;
a. Kuasa (Power)
Pemimpin yang memegang nilai ini menganggap bahwa apa yang paling bernilai bagi mereka adalah memiliki pengaruh pribadi. Dasar dari nilai ini adalah kebutuhan untuk memiliki dominasi dan kontrol. Tujuan utama pemimpin yang mementingkan nilai ini adalah pencapaian status sosial dan prestise, serta memiliki kontrol atau dominasi terhadap orang lain atau sumber daya tertentu. Nilai spesifik yang mendapat urutan tinggi bagi mereka adalah kuasa sosial, wewenang, kekayaan, pandangan sosial, dan penghargaan masyarakat.
b. Pencapaian (Achievement)
Pemimpin yang memegang nilai ini mengganggap bahwa mencapai sesuatu hal secara sengaja merupakan keutamaan. Dengan kata lain, bagi mereka hal yang penting adalah pencapaian dengan menunjukkan kompetensi sesuai standar sosial. Unjuk kerja yang kompeten nilai tertinggi bagai mereka. Secara khusus, orang yang menganut nilai ini mengejar sukses, dan kapabilitas.
c. Kenyamanan-kenikmatan (Hedonism)
Pemimpin yang menekankan nilai ini sangat memperhatikan kebutuhan dan kenikmatan fisik. Mereka yang sangat mementingkan nilai ini mengutamakan kesenangan, kenyamanan, dan kepuasan untuk diri sendiri.
d. Rangsangan (Stimulation)
Pemimpin yang menekankan tipe nilai ini memiliki kebutuhan akan variasi dan rangsangan untuk menjaga agar aktivitasnya tetap pada tingkat yang optimal. Rangsangan biologis dianggapnya perlu untuk mempengaruhi variasi kebutuhan, ditambah pengaruh pengalaman sosial. Tujuan pencapaian hidup bagi mereka adalah kegairahan dan mencari tantangan dalam hidup. Pemimpin yang memiliki nilai ini sering muncul sebagai orang yang ingin memiliki variasi, hidup yang menarik dan keberanian bertualang.
e. Pengarahan diri sendiri (Self-direction)
Bagi pemimpin yang memiliki nilai ini, tujuan utama yang dikejarnya adalah memiliki pikiran dan tindakan yang tidak terikat (independen),seperti memilih, mencipta, menyelidiki secara kreatif. Self-direction bersumber dari kebutuhan akan kontrol dan penguasaan (mastery), serta kebebasan berinteraksi dan ketidakterikatan. Wujud dari hal-hal yang mungkin dikejar pemilik nilai ini adalah kreativitas, keingintahuan, kebebasan, pemilihan tujuan sendiri serta keleluasaan.
f. Universalisme
Pemimpin yang memiliki tipe nilai ini menekankan kematangan dan tindakan prososial, artinya hal-hal yang membuat umat manusia menjadi semakin berkualitas. Mereka mengutamakan pentingnya saling menghargai, toleransi, memahami orang lain, dan perlindungan terhadap kesejahteraan umat manusia. Pemimpin yang memiliki tipe nilai ini menganggap amat bernilai untuk berpikiran luas, serta mencipta keadilan, kesamaan, kebijaksanaan, dan keseimbangan diri.
g. Kebajikan (Benevolence)
Pemimpin dengan nilai kebajikan ini mirip dengan mereka yang menekankan tindakan prososial. Bila mereka yang prososial menekankan kepada kesejahteraan semua orang di semua kondisi, penganut nilai kebajikan mengarahkan tindakannya kepada orang lain yang dekat dengannya. Nilai ini dapat berasal dari dua macam kebutuhan, yaitu kebutuhan interaksi yang positif untuk mengembangkan kelompok dan kebutuhan sebagai organisme untuk berafiliasi. Motivasi pemimpin dengan tipe nilai ini adalah peningkatan kesejahteraan individu yang terlibat dalam kontak personal yang intim dengannya. Mereka akan suka membantu, serta menekankan kejujuran, pengampunan, kesetiaan, persahabatan dan kasih yang dewasa, namun ditujukan hanya pada kalangan dekat saja, seperti teman, keluarga, dan warga dari suku yang sama serta agama yang sama.
h. Tradisi (Tradition)
Setiap kelompok masyarakat mengembangkan simbol-simbol dan tingkah laku yang merepresentasikan pengalaman dan nasib mereka bersama. Sebagian besar tradisi diambil dari ritus agama, keyakinan, dan norma bertingkah laku. Pemimpin yang menekankan nilai tradisi bertujuan untuk menjaga adanya penghargaan, komitmen, dan penerimaan terhadap kebiasaan, tradisi, adat istiadat, atau agama. Mereka menekankan sikap rendah hati, pengabdian, menerima posisi hidup, jalan tengah, serta hormat pada tradisi.
i. Konformitas
Tujuan dari pemimpin yang mementingkan tipe nilai ini adalah pembatasan terhadap tingkah laku dan kungkungan terhadap dorongan-dorongan individu yang dipandang tidak sejalan dengan harapan atau norma sosial. Mereka berusaha untuk mengurangi perpecahan sosial saat interaksi atau ketika fungsi kelompok tidak berjalan dengan baik. Pemimpin yang menekankan nilai ini mengutamakan kesopanan, kepatuhan, penghormatan pada orang tua, serta disiplin diri.
j. Keamanan (Security)
Tujuan pemimpin dengan nilai ini adalah mengutamakan keamanan, harmoni, stabilitas masyarakat, hubungan antar manusia, dan hubungan dengan diri sendiri. Asal nilai ini merupakan pencapaian dari dua minat, yaitu minat sebagai individual dan sebagai bagian dari komunitas. Wujud nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah keamanan nasional, tatanan kemasyarakatan, kebersihan, kesehatan, saling membantu, keamanan keluarga, dan rasa tergabung/berafiliasi.



2. A.

B. Dalam rangka membuat sebuah organisasi tempat kerja menjadi sebuah organisasi Pembelajar maka dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu memunculkan pembaharuan dengan menciptakan kondisi yang memudahkan munculnya spontanitas yang kreatif untuk menciptakan sesuatu yang baru, sehingga dapat membangun dan memelihara jaringan-jaringan komunikasi untuk menghubungkan sistem dengan diri pemimpin. Untuk memunculkan spontanitas diperlukan suatu jaringan komunikasi yang aktif dengan banyak lingkaran umpan balik. Sifat keterbukaan akan memunculkan gagasan-gagasan baru dan spontanitas, sehingga organisasi perlu terbuka terhadap gagasan dan pengetahuan baru melalui budaya pembelajaran yang memfasilitasi dialog dan menghargai setiap pemikiran dan inovasi. Pada situasi tertentu, diperlukan adanya jaringan dan lingkaran umpan balik formal, dan pada situasi yang lain diperlukan adanya suatu kerangka kerja yang kuat dengan tujuan serta pengaturan waktu yang pasti dalam mengorganisasikan kegiatannya. Pemimpin yang berpengalaman akan mampu mengevaluasi situasi yang terjadi, bila diperlukan mampu memegang komando, namun cukup fleksibel untuk melonggarkan dan melepaskannya. Kecakapan ini memungkinkan adanya berbagai jalur tindakan secara fleksibel tetapi pasti.






3.
a. Identifikasi Proses Menghasilkan Kejadian Nyata
Identifikasi proses yaitu mengungkapkan pemikiran tentang proses nyata (actual transformation) yang menimbulkan kejadian nyata (actual state). Proses nyata itu merujuk kepada objektivitas dan bukan proses yang dirasakan atau subyektivitas
Perumpamaannya : Pada sistem hidup, kejadian pusing kepala dalam tubuh manusia disebabkan kurangnya aliran darah dari jantung ke otak. Ini adalah obyektif atau kebenarannya tidak diragukan lagi menurut ilmu kedokteran. Jika dikatakan bahwa pusing disebabkan kurang makan, maka akan jadi perdebatan karena orang yang melakukan puasa tidak pernah pusing, bahkan tambah tenang kepalanya dengan puasa. Jadi, pemikiran bahwa pusing karena kurang makan itu adalah subyektif pada kasus tertentu dan bukan suatu pengetahuan yang diakui umum kebenarannya.

b. Identifikasi Kejadian Diinginkan
Langkah kedua adalah memikirkan kejadian yang seharusnya, yang diinginkan, yang dituju, yang ditargetkan ataupun yang direncanakan (desired state). Oleh karena keharusan, keinginan, target dan rencana itu merujuk kepada waktu mendatang, disebut juga pandangan ke depan atau visi. Agar visi tidak dianggap mimpi, maka visi yang baik perlu dirumuskan dengan kriteria layak (feasible) dan dapat diterirna (acceptable). Layak artinya dapat diantisipasi akan menjadi kenyataan sedangkan dapat diterima artinya dapat diantisipasi tidak akan menimbulkan pertentangan. Dengan kedua kriteria ini berarti memikirkan limit kejadian yang akan direncanakan dimana unjuk kerja sistem akan bersifat mantap (stable) dalam perubahan cepat (dynamic) masa lampau dan mendatang. Tujuan Pelayanan kesehatan adalah ingin meningkatkan derajat kesehatan kecamatan (wilayah Kerja Puskesmas) dengan lebih baik dalam 5 tahun sesuai dengan limit perkembangan sumber daya Pusekesmas. Jika dipaksakan di luar kemampuan sumber daya ingin meningkatkan derajat kesehatan dalam waktu 2 tahun, itu artinya di luar limit kemampuan sumber daya, yang akhir membawa sistem kerja Puskesmas akan terbebani dengan target yang sangat berat sehingga menjadi labil bahkan akan kacau.
c. Identifikasi Kesenjangan antara Kenyataan dengan Keinginan
Langkah ketiga adalah memikirkan tingkat kesenjangan antara kejadian aktual dengan seharusnya. Kesenjangan tersebut adalah masalah yang harus dipecahkan. Contohnya ; keinginan puskesmas meningkatkarn derajat kesehatan masyarakat dalam 5 tahun sesuai dengan limit perkembangan sumber daya. Sedangkan pada kenyataannya dapat dicapai dalam 7 tahun maka ada kesenjangan yang harus di atasi yaitu 2 tahun. Maka kesenjangan yang 2 tahun ini kemudian diupayakan dengan berbagai cara sehingga dapat diatasi.
d. Identifikasi Mekanisme Menutup Kesenjangan
Memikirkan beberapa langkah yang akan ditempuh melalui beberapa keputusan. adalah pemikiran yang dihasilkan melalui proses pembelajaran (learning), yang dapat bersifat reaktif ataupun kreatif. Pemikiran reaktif ditunjukkan oleh aksi yang bentuk atau polanya sama dengan tindakan masa lampau dan kurang antisipatif terhadap kemungkinan kejadian masa mendatang. Sedang pemikiran kreatif ditunjukkan oleh aksi yang bentuk atau polanya berbeda dengan tindakan masa lampau, yang dapat bersifat penyesuaian tindakan masa lampau (adjustment) ataupun berorientasi kemasa datang (visionary) dengan tindakan yang bersifat baru atau terobosan. Sebagai sebuah proses dinamis, mekanisme tersebut bekerja dalam dimensi waktu, di mana perencanaan suatu tindakan ke pelaksanaannya memerlukan waktu tunda (delay), sementara sistem yang ada tetap bekerja menghasilkan kinerja dan mempengaruhi tingkat kesenjangan antara kejadian aktual dengan seharusnya. Suatu rumusan mekanisme interaksi dinamis menyeluruh yang dapat dipertanggungjawabkan, pada umumnya bersumber dari hasil pembahasan untuk penyatuan pendapat (share vision) unsur yang berkepentingan (stake-holders). Dalam sebuah penelitian atau pengkajian, di mana peneliti mencoba mengisolasi dan menggali informasi dari para unsur yang berkepentingan (tanpa melalui pembahasan), rumusan mekanisme interaksi tersehut adalah hasil dari penggunaan teknik pemetaan kognitif (cognitive map) atau pemetaan sebab-akibat (causal map) tentang aliran informasi dan proses keputusan dalam sistem.
Dalam sistem dinamis, proses perumusan mekanisme tersebut pada dasamya adalah penyederhanaan kerumitan untuk menciptakan sebuah konsep model (mental model). Penanganan kerumitan ini berarti membuat penyerhanaan terhadap kerumitan, namun penyederhanaan bukan berarti mengabaikan unsur-unsur yang saling mempengaruhi yang membentuk unjuk kerja sistem secara keseluruhan. Ada dua jenis kerumitan yang perlu disederhanakan, yaitu kerumitan rinci dan kerumitan perubahan. Kerumitan rinci (detail complexity) yaitu menyangkut ciri dan cara bekerja unsur-unsur yang terlibat dalam sistem yang diamati dalam mengisi kesenjangan. Kerumitan perubahan (dynamic complexity) yaitu menyangkut proses dan kecepatan/ kelambatan walau yang diperlukan sistem dalam mengisi kesenjangan. Hasil penyederhanaan pemikiran tersebut dalam bentuk simpal-simpal (loops) umpan balik, yang menunjukkan struktur dan mekanisme dinamis mempengaruhi proses nyata dalam menciptakan kejadian nyata. Sampai di sini berarti kita telah dapat membuat penjelasan tentang dinamika struldurol (structural dynarnics) suatu sistem yang diamati.
e. Langkah kelima adalah analisis kebijakan,
Yaitu menyusun alternatif tindakan atau keputusan (policy) yang akan diambil untuk mempengaruhi proses nyata (actual transformation) sebuah sistem dalam menciptakan kejadian nyata (actual state). Keputusan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kejadian yang diinginkan (desired state).
Alternatif tersebut dapat satu atau kornbinasi bentuk-bentuk intervensi, baik yang bersifat struktural atau fungsional. Intervensi strukrtural artinya mempengaruhi mekanisme interaksi pada sistem, sedangkan intervensi fungsional artinya mempengaruhi fungsi unsur dalam sistem pengembangan dan penetapan alternatif intervensi tersebut, biasanya dipilih setelah melakukan pengujian (dapat dengar simulasi komputer ataupun simulasi pendapat) berdasarkan dua kriteria, yaitu aman (unrisky) dan manjur (effective). Aman artinya jalan tersebut tidak mengakibatkan sistem secara keseluruhan labil atau kollaps. Manjur artinya berfungsi untuk mencapai kejadian yang diinginl:an.

Dibalik sukses PPs Universitas Indonesia Timur (UIT) Sistem Kuliah Blok Time,Siapkan Penginapan



Edisi Selasa: Kuota Mencukupi, Langsung Kuliah Perdana

PENGANTAR: UIT, sebutan paling akrab Universitas Indonesia Timur patut berbangga. Gelar sebagai universitas swasta peringkat pertama di Indonesia penerima mahasiswa baru terbesar tahun akademik 2006/2007, bukan hal yang mudah. Selain itu, UIT juga sukses dengan dengan Program Pasca Sarjananya, berikut Ujungpandang Ekspres menilik lebih dekat bagaimana kesuksesan itu diraih.
PERTAMA DARI TIGA TULISAN

Sistem Kuliah Blok Time, Siapkan Penginapan
Laporan; Arifuddin Kunu

Berbekal SK Mendiknas RI Nomor:1520/D/T/2007, pihak pengelola (Yayasan), lalu membuka program pasca sarjana (PPs) yang di luar dugaan, mendapat respon positif berbagai kalangan.
Salah satu keunggulan Program Pasca Sarjana (PPS) Universitas Indonesia Timur (UIT) yakni dengan menawarkan sistem kuliah blok time yang ditentukan waktunya. Untuk mendukung program tersebut, pihak pengelola (yayasan) melengkapi fasilitas perkuliahan dengan menyiapkan penginapan yang menyatu dengan kampus untuk memudahkan mahasiswa selama menjalani perkuliahan.
Direktur Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia Timur (UIT), Prof Dr Wahyuddin Hamid MSi mengatakan, program blok time sebenarnya diperuntukkan bagi kalangan PNS atau mereka yang telah bekerja dengan sistem perkuliahan yang fleksibel.
"Konsep blok time, memberikan kuliah selama 10 hari (siang malam) pada awal dan akhir semester," katanya, kepada Upeks, Selasa (23/9) lalu di kantornya.
Menurut Prof Wahyuddin, dengan konsep seperti itu, para peserta yang kebanyakan adalah PNS, dapat menyesuaikan waktu perkuliahan dengan pekerjaan mereka. Setelah menerima perkuliahan selama 10 hari pertama, ujarnya, peserta bisa kembali melanjutkan aktivitas di instansi tempat mereka bekerja, sebelum menerima pekuliahan di masa akhir semester.
Untuk menunjang proses pekuliahan para peserta yang kebanyakan berasal dari luar kota, pihak pengelola dan yayasan menyiapkan penginapan yang letaknya menyatu dengan gedung perkuliahan, Jl. Rappocini Raya No.212B.
Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia Timur (UIT) sendiri, membuka tiga program studi, masing-masing, Magister Administrasi Pemerintahan Daerah, Magister Ilmu Hukum, dan Magister Manajemen. Dari ketiga program studi, Magister Administrasi Pemerintahan Daerah merupakan program studi pertama di Kawasan Timur Indonesia. Sedangkan untuk Program Pasca Sarjana sendiri, telah terakreditasi dengan nilai B. "PPS ini dibuka, sebagai antisipasi terhadap pemenuhan SDM yang handal di daerah. Terlebih di era otonomi daerah sekarang ini," tambah Prof Wahyuddin.
Tak heran, lanjut Doktor Sosiologi jebolan Universitas Padjajaran ini, pihaknya menjalin kerjasama dengan beberapa pemerintah daerah (Pemda) yang ada di provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
"Meski kerjasama secara formal belum ada, pendekatan-pendekatan informal di beberapa daerah sudah kami lakukan," ujarnya.

Minggu, 09 November 2008

Metode Penelitian







Metode penelitian

Penulisan Skripsi






Penulisan skripsi untuk semua jenis penelitian di sajikan dalam lima bab sebagai berikut:

  • Bab I : Pendahuluan
  • Bab II : Tinjauan Pustaka
  • Bab III : Metode Penelitian
  • Bab IV : Hasil Penelitian dan Bahasan
  • Bab V : Simpulan dan Saran







  • Setiap penulisan dari bab ke bab dianggap perlu untuk menyajikan alinea pembuka/penghubung berisi uraian pengantar yang menjelaskan keterkaitan bab yang bersangkutan dengan bab sebelumnya. Alinea penghubung ini ditulis dalam alinea pertama dari setiap awal bab.





Menulis

  • Momok
  • bukan merupakan bakat
  • dapat dipelajari dan ditekuni
  • gaya & teknik menulis tdk bersifat baku & tdk dapat dihapalkan


  • Saran supaya menulis jadi kegiatan yg menyenangkan & selalu ingin dilakukan : jangan menunggu saat yg tepat dan ide, tapi carilah ide & tentukan waktu yg tepat itu. SETIAP SAAT ADALAH WAKTU YG TEPAT; buat kerangka ide ke bentuk yg lebih detail





Menulis

  • Bentuk kalimat sederhana
  • Tuliskan semua yg muncul dlm pikiran, jangan perdulikan apakah dpt dimengerti orang lain, enak dibaca ata lainnya
  • setelah selelsai, baca ulang tulisan yg sudah dibuat dengan hati2 dan pelan2. Anggap anda belum pernah membaca tulisan tsb

  • Lakukan revisi yang diperlukan
  • Rangkai kata menjadi kalimat
  • Rangkai kalimat menjadi paragraf
  • Rangkai paragraf menjadi judul
  • Kalimat efektif
  • Jangan monoton
  • Gunakan kosa kata baku





I. PENDAHULUAN

  • a. Latar Belakang Permasalahan

Rumusan Permasalahan

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1) Latar Belakang Permasalahan merupakan penjelasan fenomena yang diamati dan menarik perhatian peneliti dan bukan merupakan alasan pemilihan judul.






Latar belakang permasalahan

2) Latar Belakang Penelitian apabila memungkinkan dapat didukung oleh data penunjang, yang dapat digali dari sumber utama dan/atau sumber kedua seperti Biro Pusat Statistik, hasil penelitian terdahulu, jurnal dan internet

3) Latar Belakang Penelitian memuat hasil penelitian terdahulu (dari jurnal) dengan menyebutkan sumber jurnal yang dipakai sebagai referensi.

4) Apabila perusahaan (sebagai sumber utama) belum menyajikan laporan keuangan, misalnya rasio keuangan (financial ratio), maka dalam Latar Belakang Penelitian disajikan minimal 3 periode atau tahun.






B. Rumusan Permasalahan

1) Rumusan permasalahan disajikan secara singkat dalam bentuk kalimat tanya, yang isinya mencerminkan adanya permasalahan yang perlu dipecahkan atau adanya permasalahan yang perlu untuk dijawab.

2) Rumusan permasalahan merupakan inti penelitian, sehingga bisa dipakai pertimbangan menyusun judul dan hipotesa






C. Tujuan & Kegunaan Penelitian

  • Tujuan penelitian merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh peneliti sebelum melakukan penelitian dan mengacu pada permasalahan. Berikut ini beberapa contoh cara pengungkapan tujuan penelitian yang umumnya diawali dengan kalimat tujuan penelitian adalah untuk …………. atau penelitian ini bertujuan untuk …………………dan sebagainya.
  • Kegunaan penelitian, menguraikan kontribusi yang diharapkan dari hasil penelitian itu sendiri.





II. Tinjauan Pustaka : Kerangka Teori dan Hipotesis Penelitian

1) Kerangka teori sebaiknya menggunakan acuan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dan acuan-acuan yang berupa hasil penelitian terdahulu (bisa disajikan di Bab II atau dibuat sub-bab tersendiri)

2) Cara penulisan dari subbab ke subbab yang lain harus tetap mempunyai keterkaitan yang jelas dengan memperhatikan aturan penulisan pustaka.






A. Kerangka Teori

3) Penulisan nama pengarang dalam Endnotes atau Footnotes yang bersumber dari kepustakaan tidak perlu mencantumkan gelar akademik.

4) Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik, studi pustaka harus memenuhi prinsip kemutakhiran dan keterkaitannya dengan permasalahan yang ada. Apabila menggunakan literatur dengan beberapa edisi, maka yang digunakan adalah buku dengan edisi terbaru, jika referensi tidak terbit lagi, referensi tersebut adalah terbitan terakhir. Dan bagi yang menggunakan Jurnal sebagai referensi pembatasan tahun terbitan tidak berlaku.






5) Semakin banyak sumber bacaan, semakin baik, dengan jumlah minimal 10 (sepuluh) sumber, baik dari teks book atau sumber lain misalnya jurnal, artikel dari majalah, Koran, internet dan lain-lain.

6) Pedoman kerangka teori di atas berlaku untuk semua jenis penelitian.

7) Dalam kerangka teori, peubah dicantumkan sebatas yang diteliti dan dapat dikutip dari dua atau lebih karya tulis/bacaan.

8) Teori bukan merupakan pendapat pribadi (kecuali pendapat tersebut sudah ditulis di BUKU)






Kerangka Teori

9) Pada akhir kerangka teori bagi penelitian korelasional disajikan model teori, model konsep (apabila diperlukan) dan model hipotesis pada subbab tersendiri, sedangkan penelitian studi kasus cukup menyusun Model teori dan beri keterangan. Model teori dimaksud merupakan kerangka pemikiran penulis dalam penelitian yang sedang dilakukan. Kerangka itu dapat berupa kerangka dari ahli yang sudah ada, maupun kerangka yang berdasarkan teori-teori pendukung yang ada. Dari kerangka teori yang sudah disajikan dalam sebuah skema, harus dijabarkan jika dianggap perlu memberikan batasan-batasan, maka asumsi-asumsi harus dicantumkan.






B. Hipotesis Penelitian
Jika penelitian bersifat korelasional maka
:

1) Hipotesis penelitian beraspek empiris disajikan pada akhir bab II dalam sub-sub tersendiri dengan memperhatikan teori pendukungnya, sedangkan hipotesis penelitian beraspek statistik disajikan dalam bab III.

3) Hipotesis harus berlandaskan teori, jika ingin mengubah harus mencantumkan alasan mengapa merubah teori tersebut.

2) Apabila analisis data (akhir bab IV) direncanakan tidak untuk menganalisis data secara luas baik masalah utama (mayor) maupun bagian-bagiannya (minor) maka dalam hipotesis tidak perlu dicantumkan hipotesis mayor dan minor.






III. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

b. Peubah dan Pengukuran

c. Populasi dan Sampel

d. Metode Pengumpulan Data

e. Metode Analisis






Jenis Penelitian
Penelitian bisa bersifat kuantitaif maupun kualitatif, misalnya:

a) Historis;

b) Deskriptif;

c) Perkembangan;

d) Kasus dan penelitian lapangan;

e) Korelasional;

f) Kausal komparatif;

g) Eksperimen murni;

h) Eksperimen semu;

i) Kaji tindak.






Pertimbangan pemilihan jenis penelitian:

a) Daya tarik permasalahan;

b) Kesesuaian dengan kemampuan dan latar belakang pendidikan;

c) Tersedianya alat dan kondisi kerja;

d) Kesesuaian dengan kemampuan untuk mengumpulkan data yang diperlukan;

e) Kesesuaian dengan waktu, tenaga dan biaya;

f) Resiko kegagalan.






Peubah dan pengukuran

1) “Peubah (Variable) merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.”

( Sugiyono, 2003, 32)

2) Peubah harus terukur






Populasi dan Sampel

1) “Populasi merupakan sekumpulan orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam satu atau beberapa hal dan yang membentuk masalah pokok dalam suatu riset khusus. Populasi yang akan diteliti harus didefinisikan dengan jelas sebelum penelitian dilakukan.” (Santoso & Tjiptono, 2002, 79)

2) “ Sampel adalah semacam miniatur (mikrokosmos) dari populasinya” (Santoso & Tjiptono, 2002, 80)






Metode Pengumpulan Data

1) “Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telpon.

2) Kuesioner (angket) dapat dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

3) Observasi merupakan suatu proses yang komplek , suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.” (Sugiyono, 2003, 130-141)






Metode Analisis

  • Metode analisis disesuaikan dengan Rumusan Permasalahan pada Bab I
  • Jika metode analisis menggunakan regresi dengan Ordinary Least Square (OLS) Estimators, maka uji asumsi klasik harus dilakukan. Lihat buku "Ekonometrika Dasar" oleh Damodar Gujarati alih bahasa Sumarno Zain, 2000.





IV. Hasil Penelitian dan Bahasan

a. Penyajian Data

Pada subbab ini dipaparkan data yang ada relevansinya dengan topik skripsi.

b. Analisis Data dan Interpretasi






V. Simpulan dan Saran

a. Simpulan menjelaskan butir-butir temuan (hasil penelitian dan bahasan) yang disajikan secara singkat dan jelas.

b. Saran-saran merupakan himbauan kepada instansi terkait maupun peneliti berikutnya yang berdasarkan pada hasil temuan. Saran sebaiknya selaras dengan topik penelitian

Lampiran: memuat hal-hal atau informasi yang mendukung bab-bab sebelumnya, misalnya: data (hasil Questionaire, data time series), Laporan Keuangan perusahaan (Neraca, R/L dsb), informasi yang terkait dengan hasil (misal: olahan komputer, diskripsi , hasil uji validitas dan reliabilitas) dsb.

Peningkatan Mutu Kinerja Berbasis Kompetensi dan Motivasi SDM dalam Organisasi Pembelajar

MSI-UII.Net - 1/7/2005

Penerapan teknologi baru dalam industri mengandung konsekuensi peningkatan permintaan sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi guna mendukung peningkatan produktiviti. Studi di AS menunjukkan bahwa, sebagai akibat dari pengembangan dalam telekomunikasi dan komputing secara dramatis merubah kondisi kerja, dan cara kerja para pekerja. Setengah dari seluruh pekerja di AS menggunakan komputer dalam jabatan mereka. Antara 70% dan 80% dari semua job membutuhkan pekerja yang berpengetahuan (Alan Price, 1997: 81).

Mengatasi persoalan ini hanya ada dua cara yang fundamental, yaitu melakukan pemutusan hubungan kerja bagi para pekerja yang tidak mungkin ditingkatkan kemampuan mereka atau mendorong proses pembelajaran yang intensif melalui proses kerja secara langsung guna memperoleh peningkatan kemampuan yang lebih tinggi. Cara kedua banyak dilakukan tetapi lebih ditekankan pada program pelatihan.

Pembelajaran (Pedler et al. 1989), tidaklah sesederhana seperti ekstensif training yang sering dilakukan oleh organisasi tetapi lebih terarah pada pemberian fasilitas kepada semua anggota dan proses transformasi secara terus menerus diantara mereka. Ini berarti learning proses dalam organisasi berkaitan dengan sejauhmana manajemen membangun kultur pembelajaran dan management style untuk meningkatkan eksperimen dalam organisasi. Para pekerja atau karyawan belajar bagaimana organisasi bekerja, bagaimana organisasi survive dan bagaimana sesuatu dikerjakan.


Kultur Pembelajaran

Air dan ikan ibarat kultur dan orang dalam perusahaan. Ikan tidak bisa hidup sehat dan bergerak dinamis dalam air yang tidak cocok dengan habitatnya. Begitu juga orang dalam perusahaan. Dinamika perilaku orang berdasarkan kompetensi yang dimiliki, kreativitas dan inovasi dalam organisasi tidak akan terbentuk tanpa dukungan kultur yang memungkinkan hal itu terjadi. Tetapi kultur juga terbentuk dari pandangan hidup seseorang atau kelompok dalam perusahaan. Dalam bisnis, kultur korporat adalah the way of life dari organisasi yang terbentuk melalui proses regenerasi karyawan (manajerial dan non-manajerial) dan proses transformasi nilai-nilai dari kepemimpinan. Kultur menyangkut; siapa kita, apa keyakinan kita, apa yang kita lakukan dan bagaimana itu dilakukan.

Masalahnya, kultur dalam organisasi yang terbentuk melalui proses transformasi dan regenerasi itu, bisa mendorong orang untuk berprestasi, tetapi bisa pula membuat orang tidak mampu melakukan inovasi dan perubahan. Kultur seharusnya menciptakan lingkungan kerja yang membuat orang termotivasi, tertantang atau antusias dalam bekerja. Titik tumpu pembentukan kultur adalah nilai-nilai yang mempengaruhi mindset orang. Shared mindset adalah kultur.

Ini berarti, guna membangun kultur yang lebih bisa menciptakan ruang gerak yang lebih dinamis dan inovatif, perubahan harus dimulai dari mindset orang. Cramer mengemukakan ada tiga elemen yang perlu diubah jika kultur baru akan dibangun:

1. Asumsi (Assumption)
2. Sikap (attitude)
3. Cara pandang (the way to observe)

Kita harus berani meninggalkan asumsi-asumsi lama, sikap-sikap lama dan cara melihat atau cara pandang lama yang tidak mendorong munculnya inovasi atau perubahan. Itu semua tergantung kualitas proses pembelajaran dalam organisasi.

Dalam kaitan dengan kultur berbasis kompetensi, ada tiga dasar kompetensi (competency cornerstone) yang perlu dibangun guna mendukung keberhasilan organisasi yaitu (Michael Zwell, 2000):

1. kompetensi leadership
2. Kompetensi employees
3. Kultur organisasi yang mampu memaksimumkan kompetensi

Orang bukan mesin dan memperlakukan mereka tidak bisa hanya dengan mengatakan: “tingkatkan produktivitasmu dengan target 15% peningkatan profit”. Orang punya perasaan, kebutuhan-kebutuhan emosional dan harapan. Penilaian atas kinerja mereka dalam kurun waktu tertentu tidak bisa juga hanya dengan melihat target hasil kerja tanpa mempertimbangkan basis kompetensi yang mereka miliki. Interaksi berbagai kompetensi yang dimiliki oleh leader atau manajer dengan kompetensi yang dimiliki oleh bawahan, dalam kultur organisasi yang memungkinkan kompetensi berkembang, akan membuka peluang lebih besar keberhasilan organisasi mewujudkan visi, misi dan tujuannya.

Ada lima katagori kompetensi yang harus dimiliki oleh leader dan bawahan menurut Zwell:

1. Task achievement (kompetensi-kompetensi yang berkaitan dengan keberhasilan menjalankan tugas jabatan)
2. Relationship (Kompetensi-kompetensi yang berhubungan dengan proses komunikasi, kerjasama dan pemuasan kebutuhan orang)
3. Personal attributes (Kompetensi-kompetensi intrinsic individual yang berkaitan dengan bagaimana orang berfikir, perasaan, pembelajaran dan pengembangan)
4. Managerial (Kompetensi-kompetensi yang spesifik terkait dengan pengelolaan, supervisi dan pengembangan orang)
5. Kepemimpinan (kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan orang untuk menggerakkan orang lain kearah visi, misi dan tujuan organisasi.



Bagaimana kultur yang dapat mendorong tumbuhnya interaksi yang sinergistik antara kepemimpinan dan employee, tergantung pada visi individu dan visi organisasi. Visi memiliki kekuatan sebagai penggerak perubahan. Visi akan mempengaruhi tindakan manajerial dan operasional orang-orang dalam organisasi. Oleh karena itu visi haruslah realistis (dapat diwujudkan) dan praktis (tidak bersifat utopian). Perubahan adalah proses yang menjembatani antara kondisi sekarang (current position) dan posisi yang diharapkan yang akan datang (visi). Oleh sebab itu visi berfungsi pula sebagai penggerak sentral perubahan, sumber aspirasi dan sumber motivasi bagi semua orang dalam organisasi.



Peran Strategis Leader Dalam Kultur Inovatif

Setiap leader dalam organisasi harus mampu menjadi penggerak (driver) bagi organisasi yang dipimpin. Penggerak untuk menuju ke pencapaian target dan tujuan yang telah ditetapkan organisasi. Pemimpin organisasi harus mampu mengoptimalkan penggunaan semua resources dalam organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, leader dalam perusahaan atau organisasi lainnya (seperti organisasi pemerintahan), harus mampu juga berperan sebagai manager.

Banyak leader yang gagal menggerakkan organisasi kearah visi yang telah dirumuskan, gagal mencapai target dan tujuan yang telah ditetapkan. Mengapa mereka gagal? Bermacam-macam penyebabnya. Salah satunya adalah, mereka tidak mampu mengajak, mengarahkan, menggerakkan orang-orang dalam organisasi untuk bekerja secara giat (work harder), dan bekerja dengan prestasi yang sempurna (work smarter).

Mengapa mereka tidak mampu sebagai driver bagi organisasi yang dipimpinnya? Jawabannya juga bermacam-macam. Tetapi satu hal yang seringkali terjadi, sebagian dari mereka yang menjadi pemimpin atau manajer perusahaan, umumnya kurang menyadari peran strategisnya dalam organisasi sehingga tanpa disadari mereka bukan menjadi penggerak melainkan justeru menjadi sumber konflik didalam organisasi. Mereka bukan sebagai perubah atau innovator bagi organisasi tetapi justeru menjadi penghambat proses perubahan. Mereka tidak berperan sebagai organizer melainkan secara tidak disadari, bertindak sebagai destroyer (perusak sistem, perusak team work) dalam organisasi.

Dalam era teknologi digital sekarang ini, kepemimpinan bisnis yang berhasil adalah manajer dengan kepemimpinan yang kreatif menggapai tujuan kedepan, responsive terhadap tantangan yang muncul, dan dengan kepemimpinan seperti itu, mampu mengerakkan semua SDM organisasi sebagai satu kesatuan team yang solid. Organisasi pembelajar memerlukan kepemimpinan yang visioner. Ciri kepemimpinan visioner adalah:

1. Dalam dimensi eksternal ia bertindak tidak hanya sebagai sebagai juru bicara organisasi tetapi juga sebagai penentu arah bagi organisasi.

2. Dalam dimensi internal, ia mampu bertindak tidak hanya sebagai pelatih bagi bawahan tetapi juga sebagai agen perubahan.

Kepemimpinan dalam organisasi bisnis dan atau pemerintahan, akan semakin terfokus pada kepemimpinan team (shared leadership) dan bukan lagi mengandalkan kepemimpinan individual.

Kepemimpinan visioner selalu berorientasi ke-pencapaian tujuan jangka panjang sesuai dengan visi organisasi. Menggapai masa depan organisasi tidak mudah. Banyak tantangan, banyak kendala dan resiko gagal selalu ada. Resistensi internal terhadap perubahan yang diharapkan kadangkala cukup tinggi. Lalu bagaimana manajer mengelola organisasi yang dipimpin? Dalam kompetisi pasar yang semakin ketat, tuntutan customer terhadap kualitas produk dan pelayanan semakin tinggi, kita tidak bisa lagi mempertahan gaya manajerial yang statis. Kita sebagai pemimpinan dan sekaligus juga sebagai manajer, harus mampu menerapkan prinsip-prinsip manajemen yang disebut oleh Joiner sebagai management by rapid learning atau atau management by continuous learning(MCL).

Manajemen gaya ini bertumpu pada prinsip: meningkatkan terus menerus hasil yang lebih baik dan lebih baik lagi melalui peningkatan yang fundamental, yaitu peningkatan kompetensi individu, peningkatan kualitas disisplin dan moral kerja, peningkatan kualitas hasil kerja dan pelayanan. Mengutamakan kebutuhan customer (champion of customer needs), penggerak pembaharuan (drivers of real improvement), dan bekerja bersama karyawan sebagai partner (all one team).

Implementasi prinsip-prinsip MCL tersebut kedalam prilaku manajerial:

¨ Team manajemen harus mampu menterjemahkan company vision dan mission kedalam target-target yang secara simultan mencapai tujuan organisasi dan tujuan-tujuan personal yang dikembangkan.

¨ Selalu kontinu menganalisis kegagalan-kegagalan yang terjadi, menemukan penyebabnya dan melakukan perbaikan (Melakukan diagnosis organisasi)

¨ Melakukan eksperiment, perubahan dan improvement secara terus menerus terutama pada kualitas produk dan pelayanan, sistem dan proses bisnis, serta kompetensi SDM organisasi.



Penerapan MCL kedalam sistem manajemen organisasi memerlukan konsistensi keputusan manajerial yang membuka peluang bagi tumbuhnya kultur kerja yang berbasis kompetensi sebagaimana dikemukakan terdahulu. Belajar dari perkembangan industri di Jepang pada masa mereka juga mengadopsi input dari industri-industri di AS dua dekade lalu. Sukses perkembangan industri di Jepang, mereka melakukan pembelajaran dengan cepat dan baik. Mereka membangun organisasi pembelajar. Di masa itu, birokrasi-birokrasi perusahaan-perusahaan di AS, sangat resisten terhadap pembelajaran. Mereka bukan organisasi pembelajar. Mereka tidak belajar dari kesalahan yang dilakukan dan tidak belajar satu sama lain (Yerry Yoran and Main, 1998).

Belajar dari apa yang dikemukakan Yerry dan Main tersebut, pada hakekekatnya, walaupun individu melakukan pembelajaran secara intensif, jika tidak didukung oleh upaya membangun kultur organisasi pembelajar, efek atau korelasi hasil pembelajaran individu, bisa tidak signifikan hubungannya dengan peningkatan kompetensi dan motivasi, karena hasil pembelajaran individu, kurang direspon oleh organisasi sebagaimana terjadi di AS. Kecepatan merespon perubahan baik yang timbul karena proses pembelajaran internal maupun yang timbul dari pembelajaran eksternal sangat penting bagi perkembangan perusahaan.

Kita sekarang, kata Bill Gates (2000), tidak lagi berbicara tentang total quality dan reengineering. Kedua topik itu telah selesai dibahas pada tahun 1980-dan 1990-an. Pada era tahun 2000-an orang harus berbicara tentang “kecepatan”. Kecepatan merespon perubahan, termasuk kecepatan dalam merespon perubahan tuntutan customer. Sejalan dengan itu, Brian Joiner (1994), mengemukakan bahwa perspektif manajemen saat ini telah memasuki generasi ke-empat, yaitu generasi manajemen yang berbicara tentang sustained improvement atau manajemen pembelajaran.

Apa yang disebut oleh Bill Gates dengan era kecepatan dan sustained improvement oleh Joiner, keduanya secara fundamental bertumpu pada upaya dunia bisnis memenuhi tuntutan pasar ( customer need) yang selalu berubah dengan cepat. Karena itu, kata Joiner, para manajer memerlukan perubahan dalam cara me-manage proses bisnis.

Dalam perspektif kecepatan dan sustained improvement (peningkatan berkelanjutan), para manajer harus berupaya menjelaskan pada para karyawan tentang bagaimana mereka seharusnya berfikir dan bekerja. Bagaimana mereka meningkatkan dan mengembangkan metode kerja agar mencapai kualitas hasil kerja yang lebih baik. Tidak hanya itu, para manajer pun harus berfikir tentang bagaimana mereka harus bekerjasama dengan karyawan sebagai partner untuk mencapai tujuan organisasi memenuhi kebutuhan stakeholders.

Upaya mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan stakeholders seperti itu, memerlukan cara kerja yang lebih cepat (faster), lebih keras (harder) dan lebih sempurna (smarter). Tetapi kata Cramer, cara kerja yang lebih cepat, lebih keras dan lebih sempurna saja mungkin tidak cukup. Masih diperlukan dukungan pola berfikir (mind-set) yang bertumpu pada sikap kreatif dan bukan pada sikap yang reaktif. Karena itu peningkatan kualitas SDM perusahaan terus menerus merupakan keharusan yang tidak terelakkan. Persoalannya dari mana peningkatan kualitas itu dimulai. Sudah jelas dimulai dari perubahan mindset dan perilaku individu pegawai itu sendiri.



Learning Organization

Organisasi pembelajar (learning organization) mendorong setiap orang dalam organisasi mulai dari rangking jabatan paling bawah sampai pada jabatan senior eksekutif terlibat dalam proses identifikasi dan penyelesaian masalah. Ini akan memberdayakan organisasi untuk melakukan eksperimen secara terus menerus, melakukan perubahan dan peningkatan guna mencapai tujuan-tujuan organisasi (De. Kluyver, 2000: p.139)). Pemikiran ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Noe dan kawan-kawan.



Gambaran dari organisasi pembelajar ditandai antara lain dengan (Noe et all, 2000:p. 209)

1. Pembelajaran terus menerus. Para pekerja (employees), melakukan share learning satu sama lain dan menggunakan jabatannya sebagai basis menerapkan dan menciptakan pengetahuan.
2. Peningkatan fleksibilitas dan eksperimentasi. Para pekerja ditingkatkan kemampuan mereka mengambil resiko, menemukan, mengembangkan ide-ide baru, mencoba proses-proses baru, dan mengembangkan produk-produk baru dan jasa.
3. Kultur pembelajaran. Pekerja diberi reward, dipromosi dan didukung oleh para manajer dan tujuan-tujuan syarikat.



Learning dalam kaitan dengan jabatan dalam organisasi yang merupakan proses diteksi dan koreksi dari setiap kesalahan, akan meningkat semakin penting dalam menjalankan tugas-tugas rutin, bagaimana sesuatu harus dirubah ketika ditemui adanya kesalahan atau penyimpangan (Mary F. Cook, 1995: p 11.3). Pemikiran yang dikemukakan oleh Mary, relevan dengan konsep Cornerstone of learning yaitu, Plan-Do-Check-Action (PDCA), merupakan proses yang berulang sehingga terjadi proses pembelajaran dalam jabatan. Melalui pembelajaran terus menerus dalam jabatan diharapkan para pekerja mendapat keahlian dan pengetahuan baru, kemudian menerapkannya kedalam pekerjaan dan menyebarkan informasi (share information) ini kepada pekerja lainnya. Proses ini diharapkan mampu mendorong timbulnya peningkatan motivasi kerja karyawan.


Motivasi dalam Learning Organization



Salah satu dari ide-ide fundamental dalam organisasi pembelajar adalah melibatkan semua karyawan atau pekerja dalam proses-proses pada pekerjaannya, sesuatu yang juga akan meningkatkan motivasi mereka (Ostreaker, 1999: p 77). Dalam satu artikel berjudul Measuring Motivation in a learning Organization, Maria C. Ostreaker (1999), mengembangkan model yang disebut sebagai the dynamic triangle of motivation, menjelaskan tentang hubungan antara pembelajaran dan motivasi yang bertumpu pada tiga dimensi yang berhubungan dengan motivasi yaitu: dimensi sosial, dimensi fisikal dan dimensi mental. Model ini dapat dilihat sebagai kerangka teoritik umum yang mengkaitkan society, kultur organisasi, personality pekerja sebagai satu kesatuan yang akan meningkatkan motivasi kerja karyawan sebagaimana terlihat pada gambar 1.





Model ini menjelaskan bahwa triangle of motivation mengandung elemen sentral yang dibutuhkan untuk memahami motivasi dalam cara yang dinamis yaitu kebutuhan dan nilai-nilai. Studi dengan menggunakan model ini bertumpu pada anggapan bahwa kekuatan dinamis dapat ditunjukkan dengan nilai-nilai dan sikap-sikap yang disebut sebagai dimensi identitas. Dimensi ini tidak statis dan tidaklah berdiri sendiri melainkan dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal termasuk faktor sosial dan kultural yang menunjukkan hubungan diantara para pekerja dan faktor-faktor internal (dimensi mental).

Kesimpulan

Bertumpu pada perspektif pembelajaran dimuka semakin jelas kaitan antara proses pembelajaran dengan kompetensi (knowledge, skill dan ability) dan motivasi individu dalam menjalankan pekerjaannya. Tetapi walaupun individu pekerja melakukan pembelajaran, bila tidak didukung oleh kultur organisasi pembelajar, efek atau korelasi intensitas pembelajaran itu, mungkin kurang signifikan dengan kompetensi dan motivasi, karena hasil pembelajaran individu tidak direspon dengan baik oleh organisasi. Individual learning akan lebih bermakna pada learning organization.

Peningkatan mutu kinerja individu dan organisasi akan terjadi dalam organisasi pembelajar yang mampu menggabungkan fungsi leadership, kompetensi para manager dan kultur yang memungkinkan kompetensi itu berkembang dan terpakai secara optimal dalam bentuk kontribusi inovasi yang terus menerus dalam organisasi.





Referensi:



Cramer Kathryn D. (2002), When Faster Harder Smarter is Not Enough, Mc Graw-Hill Inc.



De Kluyver Cornelis D.(2000), Strategic Thinking, An Executive Perspective, Prentice Hall, Inc. New Jersey



Gates Bill (2000), The Speed of Thought, Alih bahasa Alex Tri Kuncoro, Gramedia Jakarta.



Joiner Brian L. (1994), Fourth Generation management: The New Business Consciousness, McGraw-Hill, Inc.



Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright, 2000, Human Resource Management, Gaining a Competitive Advantage, Third Edition, McGraw-Hill company, New York.



Pedler et all (1989), Toward a Learning Company, Management Education and Development 2(3): 19-41)



Price Alan (1997:81), Human Resource Management in Business Context: Thomson Business Press, London.



Mary F. Cook (1995), The Human Resource Yearbook, Tulisan Chris Agryris: The Future of Workplace learning and Performance, Prentice Hall, New Jersey



Maria C. Ostreaker (1999), Jurnal of Workplace Learning Volume 11, Number 2 pp 73-77, MCB University Press.



* Drs. H. Syafaruddin Alwi, MS. adalah Ketua Harian Badan Wakaf UII.

wajah dunia kesehatan Indonesia

By DR.Sampurno | September 8, 2007

Oleh: Sampurno1

Memasuki tahun 2007 ada signal buram yang perlu kita waspadai berkaitan dengan masalah kesehatan di Indonesia. Dua minggu pertama di bulan Januari 2007 kasus flu burung merebak dibanyak daerah dengan Jakarta sebagai episentrumnya. Belum reda KLB (Kejadian Luar Biasa) flu burung, datang bertubi penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Menurut situs Depkes, sampai dengan tanggal 31 Januari 2007, DBD telah menelan 144 korban jiwa dari total penderita 8.019 orang.

Memang ironik kasus (KLB?) DBD terus terjadi disetiap tahun dengan trend yang terus meningkat. Kesemua ini adalah bukti kegagalan upaya preventif dalam memberantas DBD. Kalau kita cermati siklus DBD sesungguhnya bisa diprediksi setiap tahunnya. Tiga bulan sebelum siklus DBD muncul, mestinya digiatkan pembersihan lingkungan sehingga jentik nyamuk Aedes agypti tidak bisa hidup/berkembang biak. Yang kita saksikan selama ini justru kegiatan kuratif yang lebih menonjol. Setiap ”musim deman berdarah” pasien dirawat di lorong-lorong rumah sakit dan jajaran kesehatan pusat maupun daerah sibuk - kalang kabut menangani DBD.
Fenomena KLB flu burung dan DBD sesungguhnya merupakan puncak gunung es dari masalah kesehatan di Indonesia. Permasalahan kesehatan masyarakat yang sesungguhnya jauh lebih besar dan kompleks. Angka kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan, gizi buruk, kasus anemia, prevalensi diare dan TBC keadaannya masih jauh lebih buruk dibandingkan dengan negara tetangga dekat kita Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina.
Dewasa ini pola penyakit di Indonesia semakin kompleks dan negeri ini sedang berada pada pertengahan transisi epidemiologik. Disatu pihak penyakit tidak menular meningkat drastis dan dilain pihak penyakit menular masih tinggi. Saat ini ada sekitar 20 juta penderita penyakit jantung di Indonesia dan penyakit ini menjadi penyebab dari 30% kematian di Jawa dan Bali. Pada saat bersamaan penyakit menular dan parasit menjadi penyebab dari sekitar 22% kematian. Dengan demikian Indonesia saat ini dalam masalah kesehatan menghadapi beban ganda yang cukup berat.
Gizi Buruk dan Kualitas SDM
Kesehatan tidak dapat dimaknai secara sempit dengan framework teknis medis karena substansinya sangat luas dan multi disiplin. Upaya kesehatan tidak hanya sebatas pembebasan (eliminasi/eradikasi) penyakit, karena menyangkut pula kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu upaya kesehatan harus komprehensif dan proporsional mencakup preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif. Disayangkan pola pembangunan kesehatan di negara kita bila dilihat dari proporsi anggaran, upaya kuratif masih sangat menonjol dan upaya kesehatan dasar (primary health care) belum menjadi main stream yang dominan.
Pada tahun 2005 di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 5 juta anak menderita gizi kurang dimana 1,5 juta diantaranya menderita gizi buruk. Di antara 1,5 juta anak menderita gizi buruk tersebut ada sekitar 150.000 anak menderita gizi buruk tingkat berat yang disebut marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor. Masalah gizi kurang dan gizi buruk ini terjadi hampir disemua Kabupaten/Kota. Pada akhir tahun 2005 terdapat 110 Kabupaten/Kota dari 440 Kabupaten/Kota di Indonesia yang mempunyai prevalensi di atas 30% (berat badan menurut umur). Jumlah kasus gizi buruk yang meninggal dunia dilaporkan bulan Januari 2005 sampai November 2005 mencapai 232 balita.
Malnutrisi di Indonesia diderita oleh semua usia mulai balita, remaja, usia produktif sampai usia lanjut. Bagi balita gizi kurang dan gizi buruk mempunyai implikasi yang kompleks karena tidak hanya berkaitan dengan kesakitan tetapi juga berkaitan dengan pertumbuhan dan kecerdasan. Kasus gizi buruk dalam jumlah yang besar bisa menyebabkan Indonesia kehilangan ratusan juta point IQ setiap tahunnya. Generasi bangsa yang kurang gizi ini tentu tidak memiliki daya saing untuk melawan generasi sebayanya di ASEAN karena kasus gizi buruk hampir-hampir tidak ditemui di Malaysia, Singapura dan Thailand.

kesehatan indonesia
Sumber: Amarita, et al, 2004
Angka Kematian Bayi, Kematian Ibu dan Kemiskinan
Indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI) termasuk indikator kesehatan yang sensitif. AKB dan AKI yang tinggi (jelek) mengindikasikan aspek-aspek kesehatan yang lainnya juga bermasalah karena memang ada korelasinya. Pada tahun 2003, AKB di Indonesia tercatat 35 per 1000 kelahiran hidup. Meskipun AKB Indonesia telah mengalami perbaikan, tetapi keadaan tersebut tetap jauh lebih buruk dibanding dengan Viet Nam dg AKB 18, Thailand 17, Filipina 26, Malaysia 5,5, dan Singapura 3,0 (Asean Statistical Pocketbook, 2006). Tiga penyebab utama kematian bayi di Indonesia adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), komplikasi perinatal dan diare. Gabungan ketiga penyebab ini memberikan kontribusi bagi 75% kematian bayi di Indonesia.
Yang lebih tragik lagi Angka Kematian Ibu waktu melahirkan (AKI) di Indonesia sangat tinggi sekali yaitu 307 per 100.000 kelahiran. AKI yang tinggi ini membuat Indonesia berada di peringkat atas di Asia. Beberapa negara ASEAN kondisinya jauh lebih baik yaitu Viet Nam 160 per 100.000 kelahiran hidup; Malaysia 36 dan Singapura 6. Tingginya AKI di Indonesia ternyata sebagian besar karena perdarahan (40%), kekurangan gizi, infeksi dan masalah akses pelayanan kesehatan. Tingginya AKB dan AKI di Indonesia berkorelasi kuat dengan kemiskinan. Hal ini bisa kita lihat dalam realitas yang ternyata kematian anak sebelum mencapai usia 5 tahun dari keluarga miskin mencapai sekitar empat kali lebih tinggi dibandingkan anak dari keluarga mampu. Demikian juga tingginya AKI sebagain besar adalah ibu dari keluarga miskin yang tidak mendapatkan akses bantuan tenaga medis dalam proses melahirkan.
Keluarga miskin dengan lingkungan pemukiman yang buruk dan tingkat pendidikan yang rendah merupakan mata rantai kelam dari berbagai penyakit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di Indonesia. Lingkungan pemukiman yang buruk dan kemiskinan menyebabkan di Indonesia setiap tahun terdapat 557.000 kasus tuberkulosa (TBC) baru dan 250.000 di antaranya merupakan penderita TBC menular dengan kematian 140.000. Ini berarti setiap hari di Indonesia terdapat 425 orang meninggal karena TBC. Kondisi ini yang menyebabkan Indonesia menempati peringkat ketiga penderita TBC terbanyak di dunia setelah India dan China. Pada saat yang sama setiap tahun terdapat 100.000 anak mati di Indonesia karena diare yang disebabkan sanitasi yang buruk termasuk tidak adanya akses untuk memperoleh air bersih.



.
Paradigma Baru dan Kepemimpinan
Prof F.A. Moeloek Menteri Kesehatan pada era Presiden Habibie merumuskan paradigma baru dalam pembangunan kesehatan yaitu paradigma sehat. Paradigma ini secara diametral berlawanan dengan paradigma sakit. Paradigma sehat memfokuskan program dan upaya kesehatan untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat, bukan berkonsentrasi pada penyembuhan mereka yang sakit dengan membebaskan biaya pelayanan kesehatan. Paradigma sehat tidak inward looking pada sektor kesehatan belaka, tetapi justru sektor non kesehatan diposisikan dengan peran yang sangat strategis.
Mengingat kompleksitasnya pembangunan kesehatan, maka faktor kepemimpinan (leadership) menjadi sangat penting. Diperlukan pemimpin yang mampu memberikan inspirasi, motivasi dan dapat menggerakkan masyarakat luas maupun semua sektor untuk berperan aktif dalam upaya kesehatan. Selain itu pemimpin termaksud juga harus memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas tentang kebijakan publik, kaya ide-ide inovatif dan mampu mengkomunikasikanya secara elegan kepada masyarakat luas. Bukan pemimpin dengan kosa kata yang terbatas dan hanya mengetahui aspek teknis kesehatan.



1 Doktor Strategic Management, alumni FE UI.

The learning orgaization

Paper 2
Oleh : H. Sampurno

The learning organization/organisasi pembelajaran adalah merupakan the hot management tool pada dekade ini. Pembelajaran dalam konteks ini mencakup pembelajaran untuk individual maupun kolektif dalam organisasi. Diyakini bahwa keunggulan kompetitif suatu korporasi bersumber dari proses pembelajaran yang berkesinambungan (continuous learning). Menurut Peter Senge, organisasi pembelajaran bertumpu pada lima elemen dasar yaitu:

1. New mental model – cara berfikir lama perlu ditinggalkan dan ada keinginan untuk berubah.
2. Personal mastery – pekerja mesti belajar, terbuka satu sama lain dan saling mendengarkan,
3. System thinking – setiap orang yang ada di dalam organisasi mesti memiliki pemahaman bagaimana perusahaan sesungguhnya bekerja
4. Shared vision - semua pekerja perusahaan harus share strategi yang sama
5. Team learning - semua pekerja harus dapat bekerja dan belajar bersama untuk mewujudkan share vision dan melaksanakan strategi perusahaan.



Dalam pengertian learning organization ini, belajar tidak harus dibatasi hanya pada in-house training dan atau pendidikan di lembaga formal, tetapi juga setiap penugasan/pelaksanaan pekerjaan adalah suatu proses learning dalam rangka continuous improvement. Dalam melaksakan pekerjaan ada tacit knowledge yang diperoleh oleh individu yang bersangkutan. Tacid knowledge tersebut harus diajarkan kepada pekerja yang lain dalam suatu tatanan yang lebih sistematis dan terdokumentasi dengan baik. Dengan demikian tacit knowledge dapat dikembangkan dan disempurnakan menjadi explicit knowledge yang dieksplore secara optimal untuk kemajuan perusahaan. Learning organization tidak dapat dibentuk atau diciptakan dalam semalam, karena memerlukan kultivasi dari sikap dan komitmen serta proses manajemen. Prasyarat utama yang perlu diciptakan adalah lingkungan yang kondusif untuk belajar. Dalam konteks ini perlu ada alokasi waktu yang memadai untuk melakukan refleksi dan analisis, menilai system kerja saat ini dan mengkaji berbagai hal untuk mengekploatasi ide-ide inovatif untuk melakukan improvement secara terus menerus di perusahaan.

Aplikasi Prinsip-Prinsip Learning Organization

PT. Dexa Medica adalah perusahaan farmasi nasional yang berlokasi di Palembang. Dalam lima tahun terakhir ini perusahaan tersebut telah tumbuh pesat dan saat ini telah menjadi satu diantara 10 perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia. Salah satu elemen pendukung dari kemajuan perusahaan ini adalah menerapkan prinsip-prinsip learning organization secara sungguh-sungguh pada seluruh lini usahanya. Pihak manajemen menyadari bahwa industri farmasi adalah knowledge based company, yang karena itu knowledge management dan intangible assets management menjadi fokus dan prioritasnya. Hal ini direfleksikan antara lain pada “concern” nya yang tinggi pada pengembangan kapabilitas sumber daya manusia terutama pada R&D. Saat ini jumlah sarjana di R&D Dexa Medica mencapai 25 orang, merupakan terbesar pada perusahaan farmasi di Indonesia.
Perusahaan ini selain memproduksi obat branded miliknya sendiri, juga memproduksi obat atas dasar lisensi dari perusahaan farmasi dari luar negeri. Lisensi ini sesungguhnya mengandung unsur alih teknologi dan area yang cukup efektif untuk learning process. Salah atu contoh hasil learning organization dari Dexa Medica adalah teknologi baru new delivery system obat (NDS). Dengan teknologi ini obat dapat dilepas secara perlahan lahan (sustain release), sehingga pasien tidak harus minum obat berkali kali dalam satu hari, cukup satu kali saja.
Melalui proses pembelajaran yang melibatkan divisi R&D, produksi dan quality control maka Dexa Medica kini menguasai teknologi sustain release dengan sangat baik. Perusahaan ini merupakan satu-satunya perusahaan farmasi nasional yang dipilih oleh perusahaan farmasi MNC untuk toll manufacturing produknya dengan teknologi sustain release.
PT Dexa Medica juga mempunyai anak perusahaan yaitu PT AAM yang bergerak dalam distribusi obat. Produk-produk yang didistribusikan oleh PT AAM tidak hanya produk Dexa Medica tetapi juga dari prinsipal lainnya baik dari perusahaan domestik maupun MNC. Pertumbuhan penjualan PT AAM pada lima tahun terakhir ini cukup tinggi yaitu rata-rata 30% per tahun. Demikian juga prinsipal yang menjadi mitra PT AAM bertambah setiap tahunnya.
Pertumbuhan sales yang cukup tinggi dari PT AAM tersebut tidak hanya karena kerja keras tetapi juga keunggulan sistem distribusi yang dimilikinya dan distribution fee yang kompetitif yang ditawarkan kepada prinsipal. Dewasa ini PT AAM telah memiliki system IT yang cukup canggih untuk mendukung bisnis distribusi yang menjadi core businessnya. Dengan IT yang telah dikembangkan dan dikuasainya maka data inventory disemua cabangnya diseluruh Indonesia dapat diketahui setiap saat dengan akurasi yang sangat tinggi. Persediaan obat di gudang di semua cabang dapat diketahui jenis maupun jumlahnya secara tepat bahkan dapat diketahui produk apa saja yang akan stock out dalam waktu dekat dan di cabang mana saja. Posisi inventory setiap produk dapat diketahui pula oleh prinsipal yang bersangkutan, karena system IT dibuat on-line antara PT AAM dan prinsipal. Tersedianya data/informasi inventory ini jelas sangat menguntungkan semua pihak baik PT. AAM dan semua prinsipalnya.
Keunggulan yang lain adalah distribution fee yang ditawarkan oleh PT AAM kepada prinsipal yakni sekitar 8%, padahal distributor yang lain fee itu masih berkisar antara 10 s/d 12 % . Keunggulan biaya distribusi yang kompetitif ini dapat dilakukan karena perusahaan melakukan efisiensi secara terus menerus dan proses belajar yang tidak pernah berhenti termasuk peningkatan kapabelitas teknologi dalam system IT.

Pustaka:

1. Salvatore, Dominick; Managerial Economics in a Global Economy, Fifth Edition.

Pengertian filsafat ilmu

A. Pengertian Filsafat Ilmu

Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat IlmuI, yang disusun oleh Ismaun (2001)

1. Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap pendapat-pendapat lampau telah dibuktikan atau dalam kerangka kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
2. Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
3. A.Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)

4. Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.)
5. May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
6. Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan
7. Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).

Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti :

1. Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
2. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
3. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S. Suriasumantri, 1982)

B. Fungsi Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :

1. Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
2. Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
3. Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
4. Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
5. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Disarikan dari Agraha Suhandi (1989)

Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu : sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.

C. Substansi Filsafat Ilmu

Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi

1. Fakta atau kenyataan

Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya.

* Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.
* Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
* Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan
* Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan obyektif.
* Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.

Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah.

2. Kebenaran (truth)

Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik (Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001)

a. Kebenaran koherensi

Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau pun pada dataran transendental.

b. Kebenaran korespondensi

Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik

c. Kebenaran performatif

Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkan dalam tindakan.

d. Kebenaran pragmatik

Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan praktis.

e. Kebenaran proposisi

Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari yang subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar materialnya.

f. Kebenaran struktural paradigmatik

Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari kebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya. Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.

3. Konfirmasi

Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.

4. Logika inferensi

Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.

Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren antara fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan struktural paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)

Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi.

D. Corak dan Ragam Filsafat Ilmu

Ismaun (2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya:

1. Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
2. Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
3. Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan praktis.

Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etik dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral. Produk alasan praktis tampil memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah human.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi tidak merusak lingkungan.

Daftar Pustaka

Achmad Sanusi,.(1998), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian : Memungut dan Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah, Bandung :PPS-IKIP Bandung.

Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi Pendidikan, Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi Muhammadiyah.

Agraha Suhandi, Drs., SHm.,(1992), Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya, (Diktat Kuliah), Bandung : Fakultas Sastra Unpad Bandung.

Filsafat_ Ilmu, http://members.tripod.com/aljawad/artikel/filsafat_ilmu.htm.

Ismaun, (2001), Filsafat Ilmu, (Diktat Kuliah), Bandung : UPI Bandung.

Jujun S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Sinar Harapan.

Mantiq, http://media.isnet.org./islam/etc/mantiq.htm.

Moh. Nazir, (1983), Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia

Muhammad Imaduddin Abdulrahim, (1988), Kuliah Tawhid, Bandung : Yayasan Pembina Sari Insani (Yaasin)